Nilai Juang Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan
beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
--------------------------------------------------------------------------
A. Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar
Negara
Landasan dasar atau pondasi tersebut dikenal sebagai dasar
negara.
Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila.
Dasar-dasar negara tersebut dirumuskan dari jiwa (rakyat) bangsa atau negara
masing-masing.
Proses perumusan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia
1.
Terbentuknya BPUPKI
Waktu itu wilayah Indonesia berada di
bawah pendudukan tentara Dai Nippon atau
Jepang. Tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Koiso mengumumkan ke
seluruh dunia tentang pemberian kemerdekaan kepada rakyat Indonesia dalam waktu
dekat.
Bersamaan dengan itu, keberadaan tentara
Jepang terus mendesak oleh tentara Sekutu. Tentara Sekutu sudah menyerang
beberapa wilayah pendudukan Jepang seperti Papua Nugini, kepulauan Marshal,
Salamon, Ambon, Menado, Makasar, juga Surabaya. Karena itu, maka tanggal 1
Maret 1945 Saiko Syikikan Kumakici Herada (Panglima tertinggi bala tentara Dai
Nippon di Indonesia) mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau lebih
dikenal dengan sebutan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia).
Anggota BPUPKI terdiri atas 67 orang,
termasuk 7 orang Jepang dan 4 orang Cina dan Arab. Bertindak sebagai ketua
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dengan dibantu dua ketua muda. Masing-masing
ketua muda tersebut adalah Ketua Muda I (orang Jepang) dan Ketua Muda II R.
Pandji Suroso.
1.
Sidang BPUPKI dan Usulan-usulan Rumusan
Pancasila
tujuan dibentuknya BPUPKI adalah untuk
menyelidiki kesiapan bangsa Indonesia dalam menyongsong kemerdekaan dan
membentuk pemerintahan sendiri.
Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28
Mei 1945.
Sidang pertama BPUPKI diadakan 28 Mei -
1 Juni 1945. Tanggal 28 Mei siding dibuka dengan sambutan dari wakil tentara
Dai Nippon. Dalam sambutannya wakil Dai Nippon tersebut memberi nasihat agar
BPUPKI mengadakan penyelidikan secara cermat terhadap dasar-dasar yang akan
digunakan sebagai landasan Negara Indonesia Merdeka.
Tanggal 29 Mei 1945
dimulai sidang perumusan dasar-dasar Indonesia merdeka oleh anggota-anggota
BPUPKI. Para anggota BPUPKI melalui pidato-pidatonya tampil. Mereka
mengemukakan berbagai usulan mengenai dasar negara Indonesia
Sukarno
Sebagai Penemu Pertama Istilah Pancasila
Sidang BPUPKI sudah berjalan dua hari. Masing-masing anggota siding sudah
tampil dengan pidato-pidatonya mengajukan usulan tentang dasar-dasar negara
Indonesia yang akan didirikan. Namun demikian seluruh anggota siding merasa
belum menemukan hal-hal yang pantas disepakati untuk dijadikan sebagai dasar
negara.
Setelah tampilnya Muh. Yamin, Supomo, dan Sukarno barulah ketua BPUPKI
menghentikan sidang. Penghentian sidang tersebut dilanjutkan dengan pembentukan
Panitia Kecil yang bertugas untuk merumuskan dasar negara. Antara Supomo, Muh.
Yamin, dan Sukarno, sama-sama mengusulkan lima dasar negara.
Namun demikian, yang diusulkan oleh masing-masing berbeda satu dengan
yang lain. Dasar negara yang diusulkan oleh Supomo bisa digaris bawahi sebagai berikut:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Sementara itu dasar negara yang diusulkan Muh. Yamin adalah sebagai
berikut:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Khusus tentang Sukarno, ia mengajukan lima dasar negara sebagai berikut
:
1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme
2. Peri Kemanusiaan (Internasionalisme)
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa
Lima dasar tersebut Sukarno kemudian menyebutnya sebagai Pancasila.
Panca berarti
lima, sedangkan sila berarti asas atau dasar.
1.
Proses Perumusan Pancasila Setelah Pidato
Sukarno
Setelah Sukarno
berpidato mengajukan usul tentang dasar-dasar negara tanggal 1 Juni 1945,
sidang BPUPKI pertama berakhir. Hari itu juga ketua BPUPKI menunjuk dan
membentuk Panitia Kecil (panitia Sembilan). Tugas Panitia Kecil itu adalah
merumuskan kembali pidato Sukarno yang diberi nama Pancasila sebagai dasar
negara itu.
a. Perbedaan
Pandangan Antara Golongan Islam dan Paham Kebangsaan
Dalam keanggotaan Panitia Kecil, ada dua golongan penting yang berbeda pandangan
dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Satu golongan menghendaki agar
Islam menjadi dasar negara. Sementara itu golongan yang lain menghendaki paham
kebangsaan sebagai inti dasar negara.
Akibat perbedaan pandangan ini, maka sidang Panitia Kecil bersama
anggota BPUPKI yang seluruhnya berjumlah 38 orang menjadi macet. Karena sidang
macet, Panitia Kecil ini kemudian menunjuk sembilan orang perumus yang
selanjutnya dikenal dengan Panitia Sembilan.
Anggota
Panitia Sembilan itu adalah 1) Ki Bagus
Hadikusuma, 2) Kyai Haji Wakhid Hasyim, 3) Muhammad Yamin, 4) Ahmad Subarjo,
Mr. AA. Maramis, 5) Abdul Kahar Muzakir, 6) Abikusno Cokrosuyoso, 7) Moh.
Hatta, 8) H. Agus Salim, dan 9) Sukarno sebagai ketua.
b. Lahirnya Piagam Jakarta
Dalam
sidang BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945, Sukarno melaporkan bahwa sidang
Panitia Sembilan (tanggal 22 Juni 1945) telah berhasil merumuskan Pancasila yang
merupakan persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Rumusan Pancasila
dari Panitia Sembilan itu dikenal sebagai Piagam Jakarta (Djakarta Charter).
Bagaimana
rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta itu? Bunyinya adalah sebagai berikut
:
1)
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi para pemeluk-pemeluknya.
2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3)
Persatuan Indonesia
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tentang Piagam Jakarta ini Sukarno sebagai ketua Panitia Sembilan
mengatakan, bahwa “Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi para
pemeluk-pemeluknya” merupakan jalan tengah yang diambil akibat perbedaan
pendapat antara golongan Islam dan kebangsaan.
Sebenarnya
banyak muncul keberatan terhadap Piagam Jakarta ini. Sebagai contoh, keberatan
yang disampaikan oleh Latuharhary yang didukung oleh Wongsonegoro dan Husein
Joyodiningrat dalam sidang panitia perancang UUD tanggal 11 Juli 1945.
Keberatan yang sama juga diajukan oleh Ki Bagus Hadikusumo dalam sidang ketua
BPUPKI tanggal 14 Juli 1945.
1.
Pengesahan Rumusan Pancasila Sebagai Dasar
Negara
Tanggal 18 Agustus
ini merupakan perjalanan sejarah paling menentukan bagi rumusan Pancasila. Hari
itu akan disyahkan Undang-Undang Dasar untuk Negara Indonesia merdeka.
Sementara rumusan Pancasila menjadi bagian dari
preambul (pembukaan) Undang-Undang Dasar negara tersebut. Namun demikian
sehari sebelum tanggal ini ada peristiwa penting.
Peristiwa penting yang dimaksud adalah seperti ini. Sore
hari setelah kemerdekaan Negara Indonesia diproklamirkan, Moh. Hatta menerima
Nisyijima (pembantu Laksamana Mayda/Angkatan Laut Jepang) yang memberitahukan
bahwa ada pesan berkaitan dengan Indonesia merdeka.
Pesan tersebut,
kaitannya berasal dari wakil-wakil Indonesia bagian Timur di bawah penguasaan
Angkatan Laut Jepang. Isi pesannya menyatakan bahwa wakil-wakil Protestan dan
Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang keberatan dengan
rumusan sila pertama (Piagam Jakarta) : .”Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Bagaimana dengan
sikap Moh. Hatta saat itu? Ketika itu Hatta menyadari bahwa penolakan terhadap
pesan tersebut akan mengakibatkan pecahnya negara Indonesia Merdeka yang baru
saja dicapai. Jika hal itu terjadi tidak menutup kemungkinan daerah (Indonesia)
luar Jawa akan kembali dikuasai oleh kaum Kolonial Belanda. Oleh karena itu, Hatta
mengatakan kepada opsir pembawa pesan tersebut, bahwa pesan penting itu akan
disampaikan dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) esok
hari (tanggal 18 Agustus 1945).
Keesokan harinya,
sebelum sidang BPUPKI dimulai, Hatta mengajak Ki Bagus Hadikusumo, Wakhid
Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Hasan untuk rapat pendahuluan. Mereka
membicarakan pesan penting tentang keberatan terhadap rumusan Pancasila Piagam
Jakarta. Hasilnya, mereka sepakat agar Indonesia tidak pecah, maka sila pertama
(dalam rumusan Piagam Jakarta) diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
No comments:
Post a Comment